Senin, 07 Oktober 2019

Asam dan basa


Teori Asam Basa


Asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sitrun, dan asam dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda api tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, di mana asam terasa masam sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun. Namun, secara umum zat-zat asam maupun basa bersifat korosif dan beracun — khususnya dalam bentuk larutan dengan kadar tinggi — sehingga sangat berbahaya jika diuji sifatnya dengan metode merasakannya.



Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembedaan asam dan basa pun dapat dilakukan dengan menggunakan indikator seperti kertas lakmus dan indikator universal ataupun instrumen pH meter. Larutan asam akan memerahkan kertas lakmus biru, sedangkan larutan basa akan membirukan kertas lakmus merah. Pada pengujian zat dengan pH meter, larutan asam akan menunjukkan pH lebih kecil dari 7, sedangkan larutan basa akan menunjukkan pH lebih besar dari 7. Larutant dengan pH sama dengan 7 disebut netral.



Namun demikian, apakah yang menentukan suatu senyawa bersifat asam atau basa? Definisi asam dan basa pun akhirnya menjadi rumusan masalah bagi para ahli selama ratusan tahun. Dari berbagai teori definisi asam basa yang pernah diajukan, terdapat tiga teori yang sangat bermakna, antara lain teori asam basa Arrhenius, teori asam basa Brønsted–Lowry, dan teori asam basa Lewis.

Teori Asam Basa Arrhenius

Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan basa, yaitu:

asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion H+.


basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH.


Gas asam klorida (HCl) yang sangat larut dalam air tergolong asam Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl di dalam air. Berbeda halnya dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius karena tidak dapat menghasilkan ion H+ dalam air meskipun memiliki atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius, sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi ion Na+ dan OH ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa Arrhenius ini terbatas pada kondisi air sebagai pelarut.

Teori Asam Basa Brønsted–Lowry

Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas. Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi asam–basa melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry,

asam adalah donor proton.


basa adalah akseptor proton.


Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi HCl ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O sebagai basa.

HCl(aq) + H2O(l) → Cl(aq) + H3O+(aq)


HCl berubah menjadi ion Cl setelah memberikan proton (H+) kepada H2O. H2O menerima proton dengan menggunakan sepasang elektron bebas pada atom O untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion hidronium (H3O+).

Sedangkan pada reaksi ionisasi NH3 ketika dilarutkan dalam air, NH3 berperan sebagai basa dan H2O sebagai asam.

NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH(aq)


NH3 menerima proton (H+) dari H2O dengan menggunakan sepasang elektron bebas pada atom N untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion ammonium (NH4+). H2O berubah menjadi ion OH setelah memberikan proton (H+) kepada NH3.

Pelarutan asam atau basa dalam air sebagai reaksi asam–basa Brønsted–Lowry (Sumber: Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education)

Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa (1) asam Brønsted–Lowry harus mempunyai atom hidrogen yang dapat terlepas sebagai ion H+; dan (2) basa Brønsted–Lowry harus mempunyai pasangan elektron bebas yang dapat berikatan dengan ion H+


Kelebihan definisi oleh Brønsted–Lowry dibanding definisi oleh Arrhenius adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa dalam fase gas, padat, cair, larutan dengan pelarut selain air, ataupun campuran heterogen. Sebagai contoh, reaksi antara gas NH3 (basa) dan gas HCl (asam) membentuk asap NH4Cl.

NH3(g) + HCl(g) → NH4Cl(s)


Beberapa zat dapat bertindak sebagai asam, namun juga dapat sebagai basa pada reaksi yang lain, misalnya H2O, HCO3, dan H2PO4. Zat demikian disebut amfiprotik. Suatu zat amfiprotik (misalnya H2O) akan bertindak sebagai asam bila direaksikan dengan zat yang lebih basa darinya (misalnya NH3) dan bertindak sebagai basa bila direaksikan dengan zat yang lebih asam darinya (misalnya HCl).

Teori Asam Basa Lewis

Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih luas dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,

asam adalah akseptor pasangan elektron.


basa adalah donor pasangan elektron.


Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai spesi penerima pasangan elektron tidak hanya H+. Senyawa yang memiliki orbital kosong pada kulit valensi seperti BF3 juga dapat berperan sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan reaksi asam–basa, di mana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai basa Lewis. NH3 memberikan pasangan elektron kepada BF3 sehingga membentukikatan kovalen koordinasi antara keduanya.

Kelebihan definisi asam basa Lewis adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa lain dalam fase padat, gas, dan medium pelarut selain air yang tidak melibatkan transfer proton. Misalnya, reaksi-reaksi antara oksida asam (misalnya CO2 dan SO2) dengan oksida basa (misalnya MgO dan CaO), reaksi-reaksi pembentukan ion kompleks seperti [Fe(CN)6]3−, [Al(H2O)6]3+, dan [Cu(NH3)4]2+, dan sebagian reaksi dalam kimia organik.


Teori Asam Basa – Referensi

Atkins, Peter & Jones, Loretta. 2010. Chemical Principles: The Quest for Insight (5th edition). New York: W.H. Freeman & Company
Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Chang, Raymond & Goldsby, Kenneth A. 2016. Chemistry (12th edition). New York: McGraw-Hill Education
Earl, Bryan & Wilford, Doug. 2014. Cambridge IGCSE® Chemistry (3rd edition). London: Hodder Education
McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Oxtoby, David W., Gillis, H.P., & Campion, Alan. 2012. Principles of Modern Chemistry (7th edition). California: Brooks/Cole, Cengage Learning
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Shriver, D. et al. 2014. Inorganic Chemistry (6th edition). New York: McGraw-Hill Education
Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education
Stacy, Angelica M. 2015. Living by Chemistry (2nd edition). New York: W.H. Freeman and Company



Kamis, 03 Oktober 2019

Ikatan kimia



Ikatan kimia



Ikatan kimia adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya tarik menarik antara dua atom atau molekulyang menyebabkan suatu senyawa diatomikatau poliatomik menjadi stabil. Penjelasan mengenai gaya tarik menarik ini sangatlah rumit dan dijelaskan oleh elektrodinamika kuantum. Dalam praktiknya, para kimiawan biasanya bergantung pada teori kuantum atau penjelasan kualitatif yang kurang kaku (namun lebih mudah untuk dijelaskan) dalam menjelaskan ikatan kimia. Secara umum, ikatan kimia yang kuat diasosiasikan dengan transfer elektron antara dua atom yang berpartisipasi. Ikatan kimia menjaga molekul-molekulkristal, dan gas-gas diatomik untuk tetap bersama. Selain itu ikatan kimia juga menentukan struktur suatu zat.

Kekuatan ikatan-ikatan kimia sangatlah bervariasi. Pada umumnya, ikatan kovalendan ikatan ion dianggap sebagai ikatan "kuat", sedangkan ikatan hidrogen dan ikatan van der Waals dianggap sebagai ikatan "lemah". Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa ikatan "lemah" yang paling kuat dapat lebih kuat daripada ikatan "kuat" yang paling lemah.

Contoh model titik Lewis yang menggambarkan ikatan kimia anatara karbon Chidrogen H, dan oksigen O. Penggambaran titik lewis adalah salah satu dari usaha awal kimiawan dalam menjelaskan ikatan kimia dan masih digunakan secara luas sampai sekarang.
Tinjauan

Elektron yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang terdapat dalam inti atom bermuatan positif, mengingat muatan yang berlawanan akan saling tarik menarik, maka dua atom yang berdekatan satu sama lainnya akan membentuk ikatan.

Dalam gambaran yang paling sederhana dari ikatan non-polar atau ikatan kovalen, satu atau lebih elektron, biasanya berpasangan, ditarik menuju sebuah wilayah di antara dua inti atom. Gaya ini dapat mengatasi gaya tolak menolak antara dua inti atom yang positif, sehingga atraksi ini menjaga kedua atom untuk tetap bersama, walaupun keduanya masih akan tetap bergetar dalam keadaan kesetimbangan. Ringkasnya, ikatan kovalen melibatkan elektron-elektron yang dibagi dan dua atau lebih inti atom yang bermuatan positif secara bersamaan menarik elektron-elektron bermuatan negatif yang dibagi.

Dalam gambaran ikatan ion yang disederhanakan, inti atom yang bermuatan positif secara dominan melebihi muatan positif inti atom lainnya, sehingga secara efektif menyebabkan satu atom mentransfer elektronnya ke atom yang lain. Hal ini menyebabkan satu atom bermuatan positif dan yang lainnya bermuatan negatif secara keseluruhan. Ikatan ini dihasilkan dari atraksi elektrostatik di antara atom-atom dan atom-atom tersebut menjadi ion-ion yang bermuatan.

Semua bentuk ikatan dapat dijelaskan dengan teori kuantum, tetapi dalam praktiknya, kaidah-kaidah yang disederhanakan mengizinkan para kimiawan untuk memprediksikan kekuatan, arah, dan polaritas sebuah ikatan. Kaidah oktet (Bahasa Inggris: octet rule) dan teori VSEPR adalah dua contoh kaidah yang disederhanakan tersebut. Ada pula teori-teori yang lebih canggih, yaitu teori ikatan valens yang meliputi hibridisasi orbitaldan resonans, dan metode orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris: Linear combination of atomic orbitals molecular orbital method) yang meliputi teori medan liganElektrostatika digunakan untuk menjelaskan polaritas ikatan dan efek-efeknya terhadap zat-zat kimia.

Spekulasi awal dari sifat-sifat ikatan kimiayang berawal dari abad ke-12 mengganggap spesi kimia tertentu disatukan oleh sejenis afinitas kimia. Pada tahun 1704, Isaac Newton menggarisbesarkan teori ikatan atomnya pada "Query 31" buku Opticksnyadengan mengatakan atom-atom disatukan satu sama lain oleh "gaya" tertentu.

Pada tahun 1819, setelah penemuan tumpukan voltaJöns Jakob Berzeliusmengembangkan sebuah teori kombinasi kimia yang menekankan sifat-sifat elektrogenativitas dan elektropositif dari atom-atom yang bergabung. Pada pertengahan abad ke-19 Edward Frankland, F.A. Kekule, A.S. Couper, A.M. Butlerov, dan Hermann Kolbe, beranjak pada teori radikal, mengembangkan teori valensi yang pada awalnya disebut "kekuatan penggabung". Teori ini mengatakan sebuah senyawa tergabung berdasarkan atraksi kutub positif dan kutub negatif. Pada tahun 1916, kimiawan Gilbert N. Lewis mengembangkan konsep ikatan elektron berpasangan. Konsep ini mengatakan dua atom dapat berkongsi satu sampai enam elektron, membentuk ikatan elektron tunggalikatan tunggalikatan rangkap dua, atau ikatan rangkap tiga.


Dalam kata-kata Lewis sendiri:

“An electron may form a part of the shell of two different atoms and cannot be said to belong to either one exclusively.”

Pada tahun yang sama, Walther Kossel juga mengajukan sebuah teori yang mirip dengan teori Lewis, tetapi model teorinya mengasumsikan transfer elektron yang penuh antara atom-atom. Teori ini merupakan model ikatan polar. Baik Lewis dan Kossel membangun model ikatan mereka berdasarkan kaidah Abegg (1904).

Pada tahun 1927, untuk pertama kalinya penjelasan matematika kuantum yang penuh atas ikatan kimia yang sederhana berhasil diturunkan oleh fisikawan Denmark Oyvind Burrau.Hasil kerja ini menunjukkan bahwa pendekatan kuantum terhadap ikatan kimia dapat secara mendasar dan kuantitatif tepat. Namun metode ini tidak mampu dikembangkan lebih jauh untuk menjelaskan molekul yang memiliki lebih dari satu elektron. Pendekatan yang lebih praktis namun kurang kuantitatif dikembangkan pada tahun yang sama oleh Walter Heitler and Fritz London. Metode Heitler-London menjadi dasar dari teori ikatan valensi. Pada tahun 1929, metode orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris: linear combination of atomic orbitals molecular orbital method), disingkat LCAO, diperkenalkan oleh Sir John Lennard-Jonesyang bertujuan menurunkan struktur elektronik dari molekul F2 (fluorin) dan O2(oksigen) berdasarkan prinsip-prinsip dasar kuantum. Teori orbital molekul ini mewakilkan ikatan kovalen sebagai orbital yang dibentuk oleh orbital-orbital atom mekanika kuantum Schrödinger yang telah dihipotesiskan untuk atom berelektron tunggal. Persamaan ikatan elektron pada multielektron tidak dapat diselesaikan secara analitik, tetapi dapat dilakukan pendekatan yang memberikan hasil dan prediksi yang secara kualitatif cukup baik. Kebanyakan perhitungan kuantitatif pada kimia kuantum modern menggunakan baik teori ikatan valensi maupun teori orbital molekul sebagai titik awal, walaupun pendekatan ketiga, teori fungsional rapatan(Bahasa Inggris: density functional theory), mulai mendapatkan perhatian yang lebih akhir-akhir ini.

Pada tahun 1935, H. H. James dan A. S. Coolidge melakukan perhitungan pada molekul dihidrogen.Berbeda dengan perhitungan-perhitungan sebelumnya yang hanya menggunakan fungsi-fungsi jarak antara elektron dengan inti atom, mereka juga menggunakan fungsi yang secara eksplisit memperhitungkan jarak antara dua elektron.[2]Dengan 13 parameter yang dapat diatur, mereka mendapatkan hasil yang sangat mendekati hasil yang didapatkan secara eksperimen dalam hal energi disosiasi. Perluasan selanjutnya menggunakan 54 parameter dan memberikan hasil yang sangat sesuai denganhasil eksperimen. Perhitungan ini meyakinkan komunitas sains bahwa teori kuantum dapat memberikan hasil yang sesuai dengan hasil eksperimen. Namun pendekatan ini tidak dapat memberikan gambaran fisik seperti yang terdapat pada teori ikatan valensi dan teori orbital molekul. Selain itu, ia juga sangat sulit diperluas untuk perhitungan molekul-molekul yang lebih besar.

Teori ikatan valensi

 Teori ikatan valensi

Pada tahun 1927, teori ikatan valensi dikembangkan atas dasar argumen bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan energi sistem. Pada tahun 1931, beranjak dari teori ini, kimawan Linus Paulingmempublikasikan jurnal ilmiah yang dianggap sebagai jurnal paling penting dalam sejarah kimia: "On the Nature of the Chemical Bond". Dalam jurnal ini, berdasarkan hasil kerja Lewis dan teori valensi ikatan Heitler dan London, dia mewakilkan enam aturan pada ikatan elektron berpasangan:

1. Ikatan elektron berpasangan terbentuk melalui interaksi elektron tak-berpasangan pada masing-masing atom.2. Spin-spin elektron haruslah saling berlawanan.3. Seketika dipasangkan, dua elektron tidak bisa berpartisipasi lagi pada ikatan lainnya.4. Pertukaran elektron pada ikatan hanya melibatkan satu persamaan gelombang untuk setiap atom.5. Elektron-elektron yang tersedia pada aras energi yang paling rendah akan membentuk ikatan-ikatan yang paling kuat.6. Dari dua orbital pada sebuah atom, salah satu yang dapat bertumpang tindih paling banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat, dan ikatan ini akan cenderung berada pada arah orbital yang terkonsentrasi.

Buku teks tahun 1939 Pauling: On the Nature of Chemical Bond menjadi apa yang banyak orang sebut sebagai "kitab suci" kimia modern. Buku ini membantu kimiawan eksperimental untuk memahami dampak teori kuantum pada kimia. Namun, edisi 1959 selanjutnya gagal untuk mengalamatkan masalah yang lebih mudah dimengerti menggunakan teori orbital molekul. Dampak dari teori valensi ini berkurang sekitar tahun 1960-an dan 1970-an ketika popularitas teori orbital molekul meningkat dan diimplementasikan pada beberapa progam komputer yang besar. Sejak tahun 1980-an, masalah implementasi teori ikatan valensi yang lebih sulit pada program-program komputer telah hampir dipecahkan dan teori ini beranjak bangkit kembali.

Teori orbital molekul

 Teori orbital molekul

Teori orbital molekul (Bahasa Inggris: Molecular orbital theory), disingkat MO. Dala teori ini menyebutkan bahwa interaksi yang terjadi antara atom pusat dengan ligan melibatkan interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen. Teori ini muncul untuk menyempurnakan teori sebelumnya yaitu teori medan kristal. Pada teori medan kristal menyebutkan bawa interaksi yang terjadi antara atom pusat dengan ligan berupa ineraksi elektrostatik saja. Padahal dari fakta eksperimental ditemukan bahwa terdapat kompleks dengan ligan netral namun stabil. Dan juga melakui eksperimen resonansi spin ditemukan bahwa terdapat pemakaian bersama sepasang elektron oleh loga dan ligan. Hal ini berarti terdapat juga interaksi kovalen. Teori ini meruapakan teori paling lengkap dari teori-teori sebelumnya, namapun juga yang paling rumit. Menggunakan kombinasi linear orbital-orbital atom untuk membentuk orbital-orbital molekul yang menrangkumi seluruh molekul. Semuanya ini seringkali dibagi menjadi orbital ikat, orbital antiikat, dan orbital bukan-ikatan. Orbital molekul hanyalah sebuah orbital Schrödinger yang melibatkan beberapa inti atom. Jika orbital ini merupakan tipe orbital yang elektron-elektronnya memiliki kebolehjadian lebih tinggi berada di antara dua inti daripada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital ikat dan akan cenderung menjaga kedua inti bersama. Jika elektron-elektron cenderung berada di orbital molekul yang berada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital antiikat dan akan melemahkan ikatan. Elektron-elektron yang berada pada orbital bukan-ikatan cenderung berada pada orbital yang paling dalam (hampir sama dengan orbital atom), dan diasosiasikan secara keseluruhan pada satu inti. Elektron-elektron ini tidak menguatkan maupun melemahkan kekuatan ikatan.

Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori orbital molekul

Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul. Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan energi ikatan yang lebih dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika ikatan kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi linear dari hidrogen atom dan ion hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap jarak antar atom pada metode ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan metode orbital molekul. Situasi ini terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan tampak dengan jelas pada F2ketika energi minimum pada kurva yang menggunakan teori orbital molekul masih lebih tinggi dari energi dua atom F.

Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan senyawa organik sangatlah rendah, menyebabkan teori ini masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik. Namun, hasil kerja Friedrich HundRobert Mulliken, dan Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital molekul memberikan deskripsi yang lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori ikatan valensi menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5) ketika molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial dalam hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang elektron (seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital molekul, walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.

Pada tahun 1930, dua metode ini saling bersaing sampai disadari bahwa keduanya hanyalah merupakan pendekatan pada teori yang lebih baik. Jika kita mengambil struktur ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan semua struktur kovalen dan ion yang dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut sebagai fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil deskripsi orbital molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan fungsi tersebut dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan kemungkinan keadaan tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok orbital atom yang sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu menitikberatkan pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan pada struktur ion. Dapat kita katakan bahwa pendekatan orbital molekul terlalu ter-delokalisasi, sedangkan pendekatan ikatan valensi terlalu ter-lokalisasi.

Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masing-masing memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia. Perhitungan modern pada kimia kuantumbiasanya dimulai dari (namun pada akhirnya menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan valensi. Ini bukanlah karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari pendekatan teori ikatan valensi, melainkan karena pendekatan orbital molekul lebih memudahkan untuk diubah menjadi perhitungan numeris. Namun program-progam ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.

Ikatan dalam rumus kimia

Bentuk atom-atom dan molekul-molekul yang 3 dimensi sangatlah menyulitkan dalam menggunakan teknik tunggal yang mengindikasikan orbital-orbital dan ikatan-ikatan. Pada rumus molekul, ikatan kimia (orbital yang berikatan) diindikasikan menggunakan beberapa metode yang bebeda tergantung pada tipe diskusi. Kadang-kadang kesemuaannya dihiraukan. Sebagai contoh, pada kimia organik, kimiawan biasanya hanya peduli pada gugus fungsi molekul. Oleh karena itu, rumus molekul etanol dapat ditulis secara konformasi, 3-dimensi, 2-dimensi penuh (tanpa indikasi arah ikatan 3-dimensi), 2-dimensi yang disingkat (CH3–CH2–OH), memisahkan gugus fungsi dari bagian molekul lainnnya (C2H5OH), atau hanya dengan konstituen atomnya saja (C2H6O). Kadangkala, bahkan kelopak valensi elektron non-ikatan (dengan pendekatan arah yang digambarkan secara 2-dimensi) juga ditandai. Beberapa kimiawan juga menandai orbital-orbital atom, sebagai contoh anion etena−4yang dihipotesiskan (\/C=C/\ −4) mengindikasikan kemungkinan pembentukan ikatan.sehingga terjadi ikatan rangkap dua.

Ikatan kovalen

Ikatan kovalen

Ikatan kovalen adalah ikatan yang umumnya sering dijumpai, yaitu ikatan yang perbedaan elektronegativitas (negatif dan positif) di antara atom-atom yang berikat sangatlah kecil atau hampir tidak ada. Ikatan-ikatan yang terdapat pada kebanyakan senyawa organik dapat dikatakan sebagai ikatan kovalen. Lihat pula ikatan sigma dan ikatan piuntuk penjelasan LCAO terhadap jenis ikatan ini.

Ikatan kovalen polar

Ikatan kovalen polar

Ikatan kovalen polar merupakan ikatan yang sifat-sifatnya berada di antara ikatan kovalen dan ikatan ion.

Ikatan ion

Ikatan ion

Ikatan ion merupakan sejenis interaksi elektrostatik antara dua atom yang memiliki perbedaan elektronegativitas yang besar. Tidaklah terdapat nilai-nilai yang pasti yang membedakan ikatan ion dan ikatan kovalen, tetapi perbedaan elektronegativitas yang lebih besar dari 2,0 bisanya disebut ikatan ion, sedangkan perbedaan yang lebih kecil dari 1,5 biasanya disebut ikatan kovalen.[3] Ikatan ion menghasilkan ion-ion positif dan negatif yang berpisah. Muatan-muatan ion ini umumnya berkisar antara -3 e sampai dengan +3e.

Ikatan kovalen koordinasi

Ikatan kovalen koordinasi

Ikatan kovalen koordinasi, kadangkala disebut sebagai ikatan datif, adalah sejenis ikatan kovalen yang keseluruhan elektron-elektron ikatannya hanya berasal dari salah satu atom, penderma pasangan elektron, ataupun basa Lewis. Konsep ini mulai ditinggalkan oleh para kimiawan seiring dengan berkembangnya teori orbital molekul. Contoh ikatan kovalen koordinasi terjadi pada nitron dan ammonia borana. Susunan ikatan ini berbeda dengan ikatan ion pada perbedaan elektronegativitasnya yang kecil, sehingga menghasilkan ikatan yang kovalen. Ikatan ini biasanya ditandai dengan tanda panah. Ujung panah ini menunjuk pada akseptor elektron atau asam Lewis dan ekor panah menunjuk pada penderma elektron atau basa Lewis



Ikatan logam

Ikatan logam

Pada ikatan logam, elektron-elektron ikatan terdelokalisasi pada kekisi (lattice) atom. Berbeda dengan senyawa organik, lokasi elektron yang berikat dan muatannya adalah statik. Oleh karena delokalisai yang menyebabkan elektron-elektron dapat bergerak bebas, senyawa ini memiliki sifat-sifat mirip logam dalam hal konduktivitas, duktilitas, dan kekerasan.

Ikatan antarmolekul

Terdapat empat jenis dasar ikatan yang dapat terbentuk antara dua atau lebih molekul, ion, ataupun atom. Gaya antarmolekulmenyebabkan molekul saling menarik atau menolak satu sama lainnya. Seringkali hal ini menentukan sifat-sifat fisik sebuah zat (seperti pada titik leleh).

Bilangan kuantum dan jenis jenisnya

Bilangan Kuantum


Bilangan kuantum (dalam fungsi gelombang) adalah bilangan yang memiliki makna khusus dalam menjelaskan keadaan sistem kuantum. Bilangan-bilangan kuantum dapat memberikan deskripsi keadaan elektron dalam atom.

Setelah dikemukakannya teori dualisme partikel−gelombang, pada tahun 1926 Erwin Schrödinger mengajukan teori mekanika kuantum yang menjelaskan struktur atom. Model atom mekanika kuantum Schrödinger dinyatakan dalam persamaan matematisyang disebut persamaan gelombang. Penyelesaian persamaan gelombang Schrödinger untuk atom hidrogenmenghasilkan fungsi gelombang (ψ) atau orbital atom yang menggambarkan keberadaan elektron dalam atom. Kuadrat dari fungsi gelombang, ψ2, memiliki arti khusus yaitu besar probabilitas menemukan elektron dalam ruang dengan volum tertentu di sekitar inti atom. Sebagaimana asas ketidakpastian Heisenberg, posisi elektron dalam atom tidak dapat dipastikan, namun hanya dapat diketahui tempat di mana elektron paling mungkin ditemukan.



Orbital dan Bilangan Kuantum

Setiap orbital atom memiliki satu set tiga bilangan kuantum yang unik, antara lain bilangan kuantum utama (n), azimuth (atau momentum angular) (l), dan magnetik (ml). Ketiga bilangan kuantum tersebut dapat mendeskripsikan tingkat energi orbital dan juga ukuran, bentuk, dan orientasi dari distribusi probabilitas radial orbital atom. Lalu, terdapat bilangan yang keempat, yakni bilangan kuantum spin (ms), yang memberikan informasi spin suatu elektron dalam sebuah orbital. Setiap elektron dalam sebuah atom memiliki satu set empat bilangan kuantum yang unik, yakni n, l, ml, dan ms.

Bilangan kuantum utama (n) mendeskripsikan ukuran dan tingkat energi orbital. Semakin besar nilai n, maka semakin besar ukuran orbital dan semakin tinggi tingkat energinya. Nilai n yang diperbolehkan adalah bilangan bulat positif (1, 2, 3, dan seterusnya).


Bilangan kuantum azimuth (l) mendeskripsikan bentuk orbital. Nilai l yang diperbolehkan adalah bilangan bulat dari 0 hingga n − 1.


Bilangan kuantum magnetik (ml) mendeskripsikan orientasi orbital. Nilai ml yang diperbolehkan adalah bilangan bulat dari −l hingga +l.


Bilangan kuantum spin (ms) mendeskripsikan arah spin elektron dalam orbital. Nilai ms yang diperbolehkan adalah +½ atau −½.


Kombinasi bilangan kuantum n, l, dan ml yang mungkin pada 4 kulit elektron pertama dapat dilihat pada tabel berikut:

Bentuk Orbital Atom

Orbital s

Orbital s adalah orbital dengan l = 0 berbentuk bola dengan inti atom pada bagian tengah. Oleh karena bola hanya memiliki satu orientasi, semua orbital s hanya memiliki satu nilai ml, yaitu ml = 0. Orbital 1s memiliki densitas (kerapatan) elektron tertinggi pada bagian inti atom dan kemudian densitas semakin menurun perlahan-lahan setelah menjauh dari inti atom. Orbital 2s memiliki dua daerah dengan densitas elektron tinggi. Di antara kedua daerah tersebut terdapat simpul bola, di mana probabilitas menemukan elektron pada daerah tersebut menurun hingga nol (ψ2 = 0). Pada orbital 3s, terdapat tiga daerah dengan densitas elektron tinggi dan dua simpul. Pola bertambahnya simpul orbital s ini masih terus berlanjut dengan orbital 4s, 5s, dan seterusnya.

Representasi orbital 1s, 2s, dan 3s
(Sumber: McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)

Orbital p

Orbital p adalah orbital dengan l = 1 berbentuk seperti balon terpilin dengan dua cuping. Kedua cuping terletak pada dua sisi inti atom yang saling bersebrangan. Inti atom terletak pada bidang simpul orbital p, yakni di antara dua cuping yang masing-masing memiliki densitas elektron tinggi. Orbital p memiliki tiga jenis orientasi ruang, px, py, dan pz, sebagaimana terdapat tiga nilai ml yang mungkin, yaitu −1, 0, atau +1. Ketiga orbital p tersebut terletak saling tegak lurus pada sumbu x, y, dan z koordinat Kartesius dengan bentuk, ukuran, dan energi yang sama.

Representasi orbital 2p: px, py, dan pz
(Sumber: McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)

Orbital d

Orbital d adalah orbital dengan l = 2. Orbital d memiliki lima jenis orientasi, sebagaimana terdapat lima nilai ml yang mungkin, yaitu −2, −1, 0, +1, atau +2. Empat dari lima orbital d, antara lain dxy, dxz dyz, dan dx2−y2, memiliki empat cuping seperti bentuk daun semanggi. Orbital d kelima, dz2, memiliki dua cuping utama pada sumbu z dan satu bagian berbentuk donat pada bagian tengah.

Representasi orbital 3d: dz2, dx2−y2, dxy, dxz, dan dyz
(Sumber: Chang, Raymond & Goldsby, Kenneth A. 2016. Chemistry (12th edition). New York: McGraw-Hill Education)

Orbital f

Orbital f adalah orbital dengan l = 3. Orbital f memiliki tujuh jenis orientasi, sebagaimana terdapat tujuh nilai ml yang mungkin (2l + 1 = 7). Ketujuh orbital f memiliki bentuk yang kompleks dengan beberapa cuping.

Representasi ketujuh orbital 4f
(Sumber: Atkins, Peter & Jones, Loretta. 2010. Chemical Principles: The Quest for Insight (5th edition). New York: W.H. Freeman & Company)

Konfigurasi Elektron

Setelah memahami hubungan keberadaan elektron dalam atom dengan orbital pada teori atom mekanika kuantum, berikut akan dibahas konfigurasi elektron, yaitu penyusunan elektron-elektron dalam orbital-orbital pada kulit-kulit atom multi elektron. Aturan-aturan dalam penentuan konfigurasi elektron berdasarkan orbital, antara lain:

Asas Aufbau: Elektron menempati orbital-orbital dimulai dari tingkat energi yang terendah, dimulai dari 1s, 2s, 2p, dan seterusnya seperti urutan subkulit yang terlihat pada gambar berikut.


Urutan tingkat energi subkulit
(Sumber: Spencer, James N., Bodner, George M., & Rickard, Lyman H. 2011. Chemistry: Structure and Dynamics (5th edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.)

Asas larangan Pauli: Tidak ada dua elektron dalam satu atom yang memiliki keempat bilangan kuantum yang sama. Setiap orbital maksimum diisi oleh 2 elektron yang memiliki spin yang berlawanan (ms = +½ dan ms = −½).


Kaidah Hund: Jika ada orbital dengan tingkat energi yang sama, konfigurasi elektron dengan energi terendah adalah dengan jumlah elektron tak berpasangan dengan spin paralel yang paling banyak.


Diagram orbital dan konfigurasi elektron berdasarkan orbital dari 10 unsur pertama
(Sumber: Gilbert, Thomas N. et al. 2012. Chemistry: The Science in Context (3rd edition). New York: W. W. Norton & Company, Inc.)

Berdasarkan eksperimen, terdapat anomali konfigurasi elektron dari aturan-aturan di atas. Subkulit d memiliki kecenderungan untuk terisi setengah penuh atau terisi penuh. Contohnya, konfigurasi elektron 24Cr: [Ar] 4s13d5 lebih stabil dibanding [Ar] 4s2 3d4; dan 29Cu: [Ar] 4s1 3d10 lebih stabil dibanding [Ar] 4s2 3d9.



Konfigurasi elektron untuk ion monoatomik (seperti Na+, K+, Ca2+, S2-, Br) dapat ditentukan dari konfigurasi elektron atom netralnya terlebih dahulu. Pada kation (ion bermuatan positif) monoatomik Ax+ yang bermuatan x+, sebanyak x elektron dilepas (dikurangi) dari kulit elektron terluar atom netral A. Pada anion (ion bermuatan negatif) monoatomik By yang bermuatan y−, sebanyak y elektron ditangkap (ditambahkan) pada orbital level energi terendah yang masih belum penuh oleh elektron.

– Referensi

Atkins, Peter & Jones, Loretta. 2010. Chemical Principles: The Quest for Insight (5th edition). New York: W.H. Freeman & Company
Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Chang, Raymond & Goldsby, Kenneth A. 2016. Chemistry (12th edition). New York: McGraw-Hill Education
Housecroft, Catherine E. & Constable, Edwin C. 2010. Chemistry (4th edition). Harlow: Pearson Education Limited
Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI Jilid 2. Jakarta: Esis
McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2A untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education


Ikatan kimia dan struktur

Pengertian Ikatan Kimia Menurut Para Ahli


dikemukakan pada tahun 1916 olehGilbert Newton Lewis (1875-1946) dari Amerika dan Albrecht Kossel(1853-1927) dari Jerman (Martin S. Silberberg, 2000) Ikatan Kimia Adalah gaya yang mengikat atom-atom dalam molekul atau gabungan ion dalam setiap senyawa.


Ikatan kimia adalah gaya tarik-menarik antara atom-atom sehingga atom-atom tersebut tetap berada bersama-sama dan terkombinasi dalam senyawaan. Gagasan tentang pembentukan ikatan kimia dikemukakan oleh Lewis dan Langmuir (Amerika) serta Kossel (Jerman). Dalam pembentukan ikatan kimia, golongan gas mulia (VIII A) sangat sulit membentuk ikatan kimia.


Diduga bila gas mulia bersenyawa dengan unsur lain, tentunya ada suatu keunikan dalam konfigurasi elektronnya yang mencegah persenyawaan dengan unsur lain. (Elida, 1996).  Menurut Elida (1996)mengatatakan bahwa, berdasarkan gagasan tersebut, kemudian dikembangkan suatu teori yang disebut Teori Lewis :


Pembentukan ikatan kimia mungkin terjadi dengan 2 cara :


Karena adanya satu atau lebih elektron dari satu atom ke atom yang lain sedemikian rupa sehingga terdapat ion positif dan ion negatif yang keduanya saling tarik-menarik karena muatannya berlawanan, membentuk ikatan ion.


Karena adanya pemakaian bersama pasangan elektron di antara atom-atom yang berikatan. Jenis ikatan yang terbentuk disebut ikatan kovalen.


Perpindahan elektron atau pemakaian bersama pasangan elektron berlangsung sedemikian rupa sehingga setiap atom yang diberikan mempunyai suatu konfigurasi elektron mantap, yaitu konfigurasi dengan 8 elektron valensi.


Melalui ikatan kimia unsur-unsur kemudian membentuk molekul ataupun benda-benda yang selanjutnya menyusun dan menjadi bagian dari alam semesta. Ikatan kimia dapat terjadi karena adanya interaksi elektronik, dalam berbagai wujud dan mekanisme. Sebuhungan dengan itu maka dikenal beberapa jenis ikatan kimia antara lain (Hanapi, dkk., 2013) :


Antara dua atom atau lebih dapat saling berinteraksi dan membentuk molekul. Interaksi ini selalu disertai dengan pelepasan energi, sedangkan gaya yang menahan atom-atom dalam molekul merupakan suatu ikatan yang dinamakan ikatan kimia. Ikatan kimia terbentuk karena unsur-unsur ingin memiliki struktur elektron stabil. Struktur elektron stabil yang dimaksud yaitu struktur elektron gas mulia.


Tabel struktur elektron gas mulia

Tahun 1916 G.N. Lewis dan W. Kossel menjelaskan hubungan kestabilan gas mulia dengan konfigurasi elektron. Kecuali He; mempunyai 2 elektron valensi; unsur-unsur gas mulia mempunyai 8 elektron valensi sehingga gas mulia bersifat stabil. Atom atom unsur cenderung mengikuti gas mulia untuk mencapai kestabilan. Jika atom berusaha memiliki 8 elektron valensi, atom disebut mengikuti aturan oktet.


Unsur-unsur dengan nomor atom kecil (seperti H dan Li) berusaha mempunyai electron valensi 2 seperti He disebut mengikuti aturan duplet. Cara yang diambil unsur supaya dapat mengikuti gas mulia, yaitu:


melepas atau menerima elektron;


pemakaian bersama pasangan elektron.


Jadi kecenderungan atom-atom untuk memiliki struktur atau konfigurasi elektron seperti gas mulia atau 8 elektron pada kulit terluar disebut”kaidah oktet”. Sementara itu atom-atom yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki konfigurasi electron seperti gas helium disebut ”kaidah duplet”.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya yang mengikat atom-atom dalam molekul atau gabungan ion dalam setiap senyawa disebut ikatan kimia. Konsep ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1916 oleh Gilbert Newton Lewis (1875-1946) dari Amerika dan Albrecht Kossel(1853-1927) dari Jerman (Martin S. Silberberg, 2000). Konsep tersebut adalah:


Kenyataan bahwa gas-gas mulia (He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn) sukar membentuk senyawa merupakan bukti bahwa gas-gas mulia memiliki susunan elektron yang


Setiap atom mempunyai kecenderungan untuk memiliki susunan elektron yang stabil seperti gas mulia. Caranya dengan melepaskan elektron atau menangkap


Untuk memperoleh susunan elektron yang stabil hanya dapat dicapai dengan cara berikatan dengan atom lain, yaitu dengan cara melepaskan elektron, 3menangkap elektron, maupun pemakaian elektron secara bersama-sama.


Contoh gambar ikatan-ikatan kimia




Contoh model titik Lewis yang menggambarkan ikatan kimia anatarakarbon Chidrogen H, dan oksigen O. Penggambaran titik lewis adalah salah satu dari usaha awal kimiawan dalam menjelaskan ikatan kimia dan masih digunakan secara luas sampai sekarang.




Jenis Ikatan KIMIA


1. Ikatan Primer


Ikatan primer adalah ikatan kimia dimana ikatan gata antar atomnya relatif besar. Ikatan primer ini terdiri atas ikatan ion, ikatan kovalen, dan ikatan logam.


Pengertian Ikatan Ionik Menurut Ahli (James E. Brady, 1990)

Ikatan ion adalah ikatan yang terjadi akibat perpindahan elektron dari satu atom ke atom lain (James E. Brady, 1990). Ikatan ion terbentuk antara atom yang melepaskan electron (logam) dengan atom yang menangkap elektron (bukan logam). Atom logam, setelahmelepaskan elektron berubah menjadiion positif.


Sedangkan atom bukan logam, setelahmenerima elektron berubah menjadi ionnegatif. Antara ion-ion yang berlawanan muatan ini terjadi tarik-menarik (gaya elektrostastis) yang disebut ikatan ion(ikatan elektrovalen). Senyawa yang memiliki ikatan ion disebut senyawa ionik. Senyawa ionik biasanya terbentuk antara atom-atom unsur logam dan nonlogam.




Proses terbentuknya ikatan ionik dicontohkan dengan pembentukan NaCl. Natirum (Na) dengan konfigurasi elektron (2,8,1) akan lebih stabil jika melepaskan 1 elektron sehingga konfugurasi elektron berubah menjadi (2,8). Sedangkan Klorin (Cl), yang mempunyai konfigurasi (2,8,7), akan lebih stabil jika mendapatkan 1 elektron sehingga konfigurasinya menjadi (2,8,8). Jadi agar keduanya menjadi lebih stabil, maka natrium menyumbang satu elektron dan klorin akan kedapatan satu elektron dari natrium.


Ketika natrium kehilangan satu elektron, maka natrium menjadi lebih kecil. Sedangkan klorin akan menjadi lebih besar karena ketambahan satu elektron. Oleh karena itu ukuran ion positif selalu lebih kecil daripada ukuran sebelumnya, namun ion negatif akan cenderung lebih besar daripada ukuran sebelumnya. Ketika pertukaran elektron terjadi, maka Na akan menjadi bermuatan positif (Na+) dan Cl akan menjadi bermuatan negatif (Cl). Kemudian terjadi gaya elektrostatik antara Na+ dan Cl sehingga membentuk ikatan ionik.


Ikatan ion terbentuk antara:


ion positif dengan ion negatif,


atom-atom berenergi potensial ionisasi kecil dengan atom-atom berafinitas elektron besar (Atom-atom unsur golongan IA, IIA dengan atom-atom unsur golongan VIA, VIIA),


atom-atom dengan keelektronegatifan kecil dengan atom-atom yang mempunyai keelectronegatifan besar


Sifat-sifat senyawa ion sebagai berikut.


Dalam bentuk padatan tidak menghantar listrik karena partikel-partikel ionnya terikat kuat pada kisi, sehingga tidak ada elektron yang bebas bergerak.


Leburan dan larutannya menghantarkan listrik.


Umumnya berupa zat padat kristal yang permukaannya keras dan sukar digores.


Titik leleh dan titik didihnya tinggi.


Larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar.


Ikatan ion terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antar ion yang bermuatan positif dan ion yang bermuatan negative.


Menurut Wibowo (2013) ada beberapa yang perlu diperhatikan, biasanya terjadi kesalahan konsep dalam materi ikatan kimia ini, seperti contoh sebagai berikut :


Ikatan ionik hanya dapat terjadi antara kation dan anion sederhana,


Senyawa ionik hanya dapat terbentuk secara langsung dari ion-ion, dll


Pada formula atau rumus ionik. Senyawa ion itu tidak ada sebagai molekul, sehinga kita tidak dapat mengetahui tentang rumus molekul dari senyawa ion. Sebagai gantinya, rumus ionik suatu senyawa ialah rumus empiris senyawa tersebut. Seperti contoh, natrium klorida rumusnya NaCl.


Menurut Saunders (2007) ada beberapa jumlah yang sama dengan ion tersebut dalam kisi ioniknya, seperti contoh :


Magnesium Oksida berisi Mg2+ dan O2- ion, dan rumusnya itu MgO


Kalsium Klorida berisi Ca2+ dan cl2-ion, dan rumusnya itu CaCl2


Alumunium Oksida berisi Al3+ dan O2- ion, dan rumusnya itu Al2O3


Contoh ikatan kimia dalam kehidupan sehari-hari :


contohnya adalah air.  Air merupakan materi yang penting bagi kehidupan. Sebagian besar kebutuhan pokok kita menggunakan air. Bahkan dalam tubuh, air penting untuk menjaga DNA dari kerusakan, mengantarkan nutrisi ke seluruh bagian tunuh, dan menjaga keseimbangan suhu tubuh. Kita mengetahui air memiliki rumus senyawa H2O. Air tersusun dari unsur-unsur hidrogen dan oksigen.


Tanpa kita sadari bahwa kita sedang berhadapan dengan contoh aplikasi dari unsur-unsur yang berikatan, yang kemudian membentuk senyawa. Mungkin hal-hal yang sepatutnya kita kritisi adalah bagaimana unsur-unsur tersebut dapat berikatan dan kemudian membentuk senyawa. Sebelum itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa pengertian dari senyawa kimia. Dan istilah organk seolah-olah berhubungan dengan kata organisme atau jasad hidup.


Organik merupakan zat yang berasal dari makluk hidup (hewan/tumbuhan-tumbuhan) seperti minyak dan batu bara. Pada dasarnya kimia organik melibatkan zat-zat yang diperoleh dari jasad hidup.


Ikatan Kovalen  (James E. Brady, 1990)

Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi akibat pemakaian pasangan elektron secara bersama-sama oleh dua atom (James E. Brady, 1990). Ikatan kovalen terbentuk di antara dua atom yang sama-sama ingin menangkap elektron (sesama atom bukan logam).


Pasangan elektron yang dipakai bersama disebut pasangan electron ikatan (PEI) dan pasangan elektron valensi yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan kovalen disebut pasangan elektron bebas (PEB). Ikatan kovalen umumnya terjadi antara atom-atom unsur nonlogam, bisa sejenis (contoh: H2, N2, O2, Cl2, F2, Br2, I2) dan berbeda jenis (contoh: H2O, CO2, dan lain-lain). Senyawa yang hanya mengandung ikatan kovalen disebut senyawa kovalen.


Contoh Gambar Ikatan Kovalen

Rumus Kimia Senyawa Kovalen


Dengan mengacu pada aturan oktet, kita dapat memprediksikan rumus molekul dari senyawa yang berikatan kovalen. Dalam hal ini, jumlah elektron yang dipasangkan harus disamakan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa aturan oktet tidak selalui dipatuhi, terdapat beberapa senyawa kovalen yang melanggar aturan oktet.


Contohnya adalah ikatan antara H dan O dalam H2O. Konfigurasi elektron H dan O adalah H memerlukan 1 elektron dan O memerlukan 2 elektron. Agar atom O dan H mengikuti kaidah oktet, jumlah atom H yang diberikan harus menjadi dua, sedangkan atom O satu, sehingga rumus molekul senyawa adalah H2O.


pasangan elektron yang berikatan

DAFTAR PUSTAKA
Elida Tety. 1996. Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Gunadarma.
Mukti Agus. 2013. Peningkatan Pemahaman Konsep Ikatan Kimia Melalui Perbaikan Bahan Ajar. Aceh: Chimica Didactica Acta.
Nigel, Saunders. 2007. Chemistry eBook for AQA. New York: Oxford University Press.
UPT MKU. 20113. Kimia Dasar I. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Rufaida, Anis Dyah., Wulandari, Erna Tri, dan Waldjinah. 2013. Detik-detik Ujian Nasional Kimia Tahun Pelajaran 2013/2014. Klaten: Intan Pariwara.
Saidah, Aas, dan Purba, Michael. 2013. Kimia Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Syarifudin. 2008. Inti Sari Kimia untuk SMA. Tangerang: Scientific Press.
Hark Suminar, 1983. Kimia Organik, Edisi Ke Enam. Penerbit: Erlangga, Jakarta
Kolo, Sefrinus,. 2009. Bahan Ajar Kimia Organik. Universitas Timor. Kefamenanu.
Lianawati Lucia, 1999. Bimbingan Pemantapan Kimia. Penerbit: CV  Yrama Widya, Bandung

Asam dan basa

Teori Asam Basa Asam dan basa  adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sit...